Minggu, 24 September 2017

Tingkat Kebersihan Karpet Masjid

Keutamaan shalat di shaf pertama sangatlah besar. Untuk meraihnya tak diperlukan usaha keras, hanya soal mau atau tidak mau. Ada hadis yang mengungkapnya, yaitu: Seandainya manusia mengetahui apa yang ada (yaitu keutamaan) di dalam seruan (adzan) dan shaf pertama, lalu mereka tidak bisa mendapatkan shaf tersebut kecuali dengan undian, sungguh mereka akan melakukan undian untuk mendapatkannya.” (HR. Bukhari 580) dan  sebuah hadis lainnya berbunyi: Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang di shaf pertama, atau di beberapa shaf yang awal” (HR. Ahmad). Tapi sebenarnya ada alasan ilmiah kenapa shaf pertama begitu diistimewakan.

Seperti kita ketahui, banyak atau rata-rata masjid  yang karpetnya jarang dibersihkan. Ada yang sepekan sekali bahkan sebulan dua kali saja. Hal tersebut menjadi penyebab berbagai partikel mulai dari debu, pasir, hingga benang bertahta dengan nyaman. Sujud di atasnya jadi tantangan kekhusyukan. Lebih parah lagi di area sekitar pintu masuk masjid. Karpet di zona ini sudah pasti bau akibat jadi keset tanpa sengaja bagi yang lalu lalang. Semakin ke bagian  tengah, tingkat kebersihan karpet mulai membaik. Jauh lebih bersih lagi di karpet shaf pertama. Di zona ini tak terlalu parah dibanding bagian belakang dan tengah. 

Jadi inilah maksud kenapa shaf pertama sangat spesial sebagaimana dijelaskan hadis di atas. Kebersihan karpet masjid adalah cerminan dari pengurusnya, apakah profesional atau asal-asalan. Makin bersih, makin khusyuk pula jamaah untuk beribadah di dalamnya. 



Jumat, 08 September 2017

UMY Versus UMI

Daftar 100 Perguruan tinggi terbaik di Indonesia tahun 2017 baru saja dikeluarkan oleh Kemrisetdikti tanggal 22 Agustus lalu. Pemeringkatan tersebut menimbulkan polemik dan protes. Sepertinya Kemrisetdikti tidak melakukan riset mendetail terhadap objek yang akan diperingkatkan. Kemriset tanpa riset, bisa disebut begitu. Kisruhnya adalah kampus yang bagus terlempar dari daftar, sedang kampus jelek bertengger di 60 besar. Tentu ini tidak adil dan merugikan, baik bagi pengelola kampus maupun masyarakat sebagai konsumen. 

Salah satu yang memprotes adalah Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Kampus ini memiliki nama besar di Jateng dan DIY. Reputasinya di dunia nyata dan maya sangat positif. Sayang, di dalam daftar tidak ada nama UMY. Kecerobohan penyusun daftar ini boleh jadi disebabkan kurangnya piknik atau malas riset. Wajar jika UMY mengkritik dan protes keras. Lucunya, Universitas Muslim Indonesia (UMI) yang beritanya selalu berbumbu tawuran dan gangster , ada di posisi ke-59. 

Jika diperbandingkan, UMY unggul telak atas UMI. Dari dunia maya saja sudah terlihat siapa yang lebih profesional. Seluruh akun sosial media UMY terintegrasi satu sama lain di bawah kendali pihak rektorat. Akun twitternya malah sudah diverifikasi. Sedangkan akun-akun sosmed UMI tak ada yang resmi.  Twitter-nya saja bergambar tokoh kartun. Semuanya dipegang mahasiswanya atau yang mengaku mahasiswa. Informasi yang diunggahnya tak dapat dipercaya. Di zaman sekarang, sosmed adalah halaman depan dari dunia nyata. Citra sosmed UMI yang asal-asalan mencerminkan realitas di lapangan.  Di bawah ini adalah rangkuman UMY versus UMI di dunia maya. Sangat jelas kalau UMY-lah yang layak masuk 50 besar.